Home Peristiwa Drama Pelarian Dua Tahun Saleh, Bandar Narkoba Besar di Palangka Raya: Dari Samarinda Hingga Kembali ke Sarang di Kampung Puntun

Drama Pelarian Dua Tahun Saleh, Bandar Narkoba Besar di Palangka Raya: Dari Samarinda Hingga Kembali ke Sarang di Kampung Puntun

  Muhamad Oktavianto   | Selasa , 10 September 2024
b4631eab5bb4e1bbaf6e5e63e47e68da.jpg
Salihin alias Saleh (39), bandar narkoba kelas kakap yang selama ini menghantui Kampung Puntun, Palangka Raya.

KLIK.PALANGKARAYA– Perburuan besar selama dua tahun akhirnya berakhir. Salihin alias Saleh (39), bandar narkoba kelas kakap yang selama ini menghantui Kampung Puntun, Palangka Raya, akhirnya ditangkap setelah pelariannya yang penuh lika-liku.

Pria yang dijuluki sebagai "Raja Narkoba" di wilayah tersebut, tidak hanya sekadar bersembunyi—ia mengendalikan bisnis narkotika jenis sabu dari jauh, bahkan saat melarikan diri. Ketika Mahkamah Agung menjatuhkan vonis pada tahun 2022, Saleh menghilang, meninggalkan jejak yang sulit dilacak.

Dalam dua tahun terakhir, Saleh menjadi buruan utama Badan Narkotika Nasional (BNN). "Kami menemukan jejaknya di Samarinda, di mana ia bersembunyi selama enam bulan," ungkap Kepala BNN RI Komjen Marthinus Hokum. Namun, kepiawaiannya dalam bersembunyi membuat Saleh selalu selangkah lebih maju, berpindah-pindah hotel dan terus menghindari kejaran aparat.

Setelah merasa tak lagi aman di Samarinda, Saleh bermigrasi ke Banjarmasin. Di sana, ia hidup dalam bayang-bayang selama sebulan penuh. Namun, alur hidup kriminal ini tidak bisa dipisahkan dari kampung halamannya di Palangka Raya. Dengan penuh keberanian, Saleh akhirnya kembali ke Jl. Rindang Banua, Kampung Puntun—rumahnya sekaligus markas besar jaringan narkoba yang dibangunnya.

Di kampung itu, Saleh kembali ke posisinya semula: mengendalikan bisnis sabu dengan jaringan kuat dan loyal. Layaknya seorang "raja," Saleh mengatur segalanya dari balik layar. Ia memanfaatkan kaki tangannya untuk menjalankan bisnis haram ini, memastikan roda perdagangan narkoba tetap berputar. Bahkan, ia tidak perlu turun tangan langsung. Semua dikelola secara cermat, dari pengiriman sabu oleh bandar besar berinisial A dari Semarang, hingga pembagian barang di Kampung Puntun.

"Sabu-sabu itu dibawa melalui jalur darat dan diterima oleh anak buahnya, AA, yang saat ini masih dalam pencarian," jelas Marthinus. Setelah itu, sabu dipecah dan dijual di loket penjualan narkoba yang terletak persis di belakang rumah Saleh.

Miliaran Rupiah Mengalir Setiap Minggu

Bisnis narkoba yang dijalankan Saleh tidaklah kecil. Dari hasil penelusuran, omset harian yang ia dapatkan mencapai Rp100 juta. Setiap minggu, uang tersebut disetor kepada US, orang kepercayaannya yang juga buron. Dari sana, uang itu diserahkan kepada A, bandar besar yang menjadi penyokong utama operasi Saleh.

Fee yang diterima Saleh pun fantastis—Rp50 juta untuk setiap kilogram sabu yang terjual. Di balik semua itu, ia mengatur jaringan dengan rapi, memastikan dirinya tetap berada di atas, jauh dari jangkauan hukum.

Namun, BNN akhirnya berhasil menutup babak pelarian Saleh. Operasi penangkapan yang dilakukan di Kampung Puntun juga menjerat dua kaki tangannya, E dan M alias U. Total ada 10 orang lainnya yang turut diamankan untuk diperiksa terkait jaringan narkoba ini.

Saleh kini harus menghadapi Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang bisa membuatnya menjalani hukuman berat. BNN juga terus melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan Saleh dan jaringannya.


Kampung Puntun: Simbol Perang Melawan Narkoba

Kampung Puntun telah lama dikenal sebagai salah satu pusat narkoba di Kalimantan Tengah, namun BNN memastikan itu tak akan bertahan lama. Penangkapan Saleh menjadi simbol bahwa perang melawan narkoba di wilayah ini jauh dari kata selesai.

"Apa yang kami lakukan mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Kampung Puntun tak akan lagi menjadi surga bagi bandar narkoba," tegas Marthinus.

Penangkapan Saleh menegaskan tekad kuat aparat penegak hukum untuk menghancurkan jaringan narkoba di Kalimantan Tengah, dengan Kampung Puntun sebagai panggung utama pertempuran. (KLIK-RED)

Baca Juga

Ikuti Kami